Dwi Cahyo Prasetyo: Kerja Pustawakan di Era Digital Mengabadikan dan Memanusiakan

Author
Ditulis olehTim Loker • Update 2 Juli 2025
Rubrik Profil

pengalaman-menjadi-pustakawan-dwi-cahyo-prasetyo-tahun-2024

Sadar atau tidak, kerja, beraktivitas di era digital membuat kita tak ubahnya "mematikan" unsur kemanusiaan dan terlalu "mendewakan" segala sesuatu yang serba data yang tersimpan di cloud. Padahal nih, kita masih membutuhkan relasi langsung, dan tidak ada yang dapat menggantikan informasi yang datang dari sumber hidupnya. Dengan berinteraksi langsung dengan sumber "hidup" kita tidak sekadar mendapatkan data melain emosi atau pun cerita "berjiwa".

Hal yang sama juga bisa kita rasakan dengan profesi pustakawan yang buat sebagian orang adalah profesi usang, nyatanya justru di tengah banjirnya informasi berbasis data yang kemungkinan homogen, massal, dan rentan, kita butuh pengetahuan yang tidak didominasi digital. Mengobrol bersama Dwi Cahyo Prasetyo, Library Director di Universitas Muhammadiyah Pontianak ini membuka cakrawala kesadaran, kalau digitalisasi bukan berarti meninggalkan konvensionalisme yang merupakan stage awal dari prosesi penyimpanan data masa kini. Kita masih membutuhkan sentuhan "manusia" gaes!

Yuk, cerita lebih jauh mengenai pentingnya profesi pustakawan, serta update mengenai lingkup aktivitasnya di sini!

Bisa Anda jelaskan secara singkat tugas dan tanggung jawab Anda sebagai asesor di lembaga sertifikasi pustakawan, direktur perpustakaan, dan dosen visit? Apa bagian paling menarik dari setiap peran tersebut? Dan apa tantangan terbesar yang sering Anda hadapi?

Sebagai asesor di lembaga sertifikasi pustakawan, tugas saya menilai kompetensi pustakawan. Bagian paling menarik adalah menyaksikan perkembangan profesional pustakawan, namun tantangan utamanya adalah memastikan standar dipenuhi secara konsisten di tengah beragam latar belakang dan pengalaman pustakawan.

Sebagai kepala perpustakaan, tanggung jawab utama meliputi mengelola seluruh operasional perpustakaan, sumber daya manusia, penyusunan anggaran, dan berbagai program yang akan dilakukan di perpustakaan. Tantangan terbesar dalam peran ini adalah menjaga relevansi perpustakaan di tengah perubahan teknologi dan kebutuhan informasi yang cepat berubah.

Selain itu, saya juga diminta menjadi dosen visit di beberapa prodi Ilmu Perpustakaan. Saya diminta untuk membagikan pengetahuan praktis tentang pengelolaan perpustakaan kepada mahasiswa. Menyenangkan. Tetapi juga menjadi tantangan tersendiri, transfer knowledge bukanlah hal yang mudah.

Apa yang pertama kali menarik Anda untuk terjun ke dunia perpustakaan? Apakah ada momen atau pengalaman tertentu yang menjadi titik balik dalam minat Anda?

Secara subyektif, saya merasa beruntung saya tumbuh (saat SD dan SMP) di waktu ketika orang tua sedang menyelesaikan studi. Ayah saya waktu itu seorang guru. Ketika itu, ayah saya banyak sekali membeli buku dan dibawa ke rumah. Entah kenapa, saya merasa bahagia dikelilingi buku-buku. Rasanya semakin menyenangkan saat di perpustakaan sekolah, saya menemukan buku ‘Ensiklopedia Pelajar’. Berada di dekat buku-buku, saya seolah tak pernah merasa kesepian.

Bagaimana Anda melihat peran perpustakaan dalam masyarakat, khususnya di era digital seperti sekarang?

Peran perpustakaan di era digital semakin berkembang sebagai pusat literasi informasi, bukan hanya penyedia buku. Perpustakaan kini menjadi titik akses penting untuk mahasiswa menemui sumber daya digital. Dalam buku Pustaka dan Kebangsaan yang ditulis oleh buku Putu L Pendit, perpustakaan bukanlah gedung atau rak-rak buku saja, tapi ia adalah sebuah konsep tentang himpunan pengetahuan dan praktiknya. Maka di era digital ini, peran perpustakaan dalam praktik-praktik berpengetahuan semakin penting.

dwi-cahyo-prasetyo-tidak-meninggalkan-data-non-digital-tahun-2024

Bagaimana Anda melihat perkembangan teknologi informasi dalam mengubah lanskap perpustakaan? Teknologi apa saja yang menurut Anda paling berdampak signifikan?

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah perpustakaan dari sekadar tempat penyimpanan buku menjadi pusat akses informasi digital dan kolaborasi pengetahuan. Artinya, perpustakaan harus lebih aktif kepada para pengguna, tidak lagi sekadar pasif seperti konsep biasanya.

Kehadiran AI tentu memberikan banyak perubahan, AI berdampak besar pada perpustakaan dengan meningkatkan efisiensi layanan melalui otomatisasi dan lain sebagainya. Begitu juga untuk mahasiswa. Namun, pemanfaatan AI memerlukan etika dan penghargaan terhadap privasi. Disitulah perpustakaan memiliki peran.

Apa saja tantangan yang dihadapi perpustakaan dalam mengadopsi teknologi baru? Bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut?

Keterbatasan anggaran menjadi tantangan signifikan dalam adopsi teknologi baru di perpustakaan. Jangan pernah melupakan bahwa produk-produk teknologi adalah produk kapitalis, artinya memang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara kami di perpustakaan, yang lahirnya saja dengan tujuan non-profit.

Untuk mengatasinya, kami mencari solusi dengan mengutamakan teknologi open-source software atau berlangganan layanan yang lebih terjangkau.

Sebagai seorang pustakawan, bagaimana Anda melihat pentingnya literasi informasi di era digital?

Literasi informasi di era digital sangat penting karena memungkinkan individu untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif dan kritis. Kami berfokus pada pengembangan keterampilan ini agar pengguna bisa menjadi pemakai informasi yang bijak dan bertanggung jawab dengan menggunakan framework 4i: Kenali, Cari, Evaluasi dan Pakai.

Bagaimana Anda mengelola koleksi digital perpustakaan? Apa saja pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam membangun dan merawat koleksi digital?

Mengelola koleksi digital perpustakaan melibatkan pemilihan, pengorganisasian, dan pemeliharaan sumber daya digital yang ada di perpustakaan. Kami memiliki beberapa tiga koleksi digital: repository, koleksi elektronik (umumnya dalam bentuk CD), dan eBook. Untuk eBook kami bekerjasama dengan pihak ketiga, sementara repository dan koleksi elektronik kami kelola menggunakan berlandaskan metode Open Archival Information System (OAIS).

Bagaimana Anda melihat tren digitalisasi koleksi fisik? Apakah ada kekhawatiran terkait pelestarian warisan budaya dalam bentuk digital?

Tren digitalisasi koleksi fisik sangat penting karena memungkinkan akses yang lebih luas dan melestarikan materi langka atau rentan terhadap kerusakan fisik. Namun, entitas digital juga punya kelemahan yang membuat kita memiliki kerentanan untuk kehilangan data. Itulah mengapa, saya kurang setuju pendapat tentang “perpustakaan harus bertransformasi”. Transformasi itu perubahan, perpustakaan membutuhkan lebih dari itu. Perpustakaan harus “ber-ekspansi”. Ekspansi artinya meluas, bukan menggantikan yang lama, namun memperluas cakrawala cakupannya agar mampu mengelola lebih banyak lagi hal.

dwi-cahyo-prasetyo-melestarikan-perpustakaan-tahun-2024

Keterampilan apa saja yang menurut Anda sangat penting bagi seorang pustakawan di masa depan?

Tentu keterampilan mendasar tentang pengelolaan perpustakaan sangat penting: pengadaan, pengolahan, pelayanan dan pelestarian. Namun keterampilan seperti Literasi Informasi (yang menjadi dasar literasi digital dan literasi-literasi lainnya) juga menjadi begitu penting bagi pustakawan. Kemampuan mengelola perangkat lunak perpustakaan, memahami metadata, dan menggunakan alat pencarian digital harus menjadi dasar kemampuan pustakawan di masa depan.

Kemudian kemampuan public speaking juga sangat penting. Di tegah Human-Computer Interaction semakin meningkat, kemampuan komunikasi interpersonal pustakawan tetap dibutuhkan. Dengan public speaking yang baik, pustakawan bisa menyampaikan informasi secara jelas dan mudah dipahami pengguna.

Bagaimana cara pustakawan terus mengembangkan diri agar tetap relevan dengan perkembangan zaman?

Cara paling mendasar adalah pustakawan harus menyadari bahwa dirinya harus terus meretas diri. Menyadari dirinya adalah seorang pembelajar sepanjang hayat atau lifelong learner. Pustakawan perlu menerapkan konsep lifelong learning untuk tetap relevan dengan perkembangan zaman, mengingat perubahan teknologi dan kebutuhan informasi yang dinamis.

Kalau berkaca dari sejarah, yang menjadi pustakawan-pustakawan di perpustakaan besar pada masa lampau adalah orang-orang yang mencintai pengetahuan. Waktu yang diolah adalah papyrus, ya belajar dengan papyrus. Saat yang diolah adalah codex, ya belajar dengan codex. Begitu pula saat semuanya menjadi digital, pustakawan juga harus belajar dunia digital. Jangan pernah ada resistensi.

Apakah ada kisah menarik atau pengalaman unik yang pernah Anda alami selama berkecimpung di dunia perpustakaan

Suatu hari, seorang mahasiswa semester akhir hampir pingsan di perpustakaan karena kecemasan yang sangat parah, mungkin akibat tekanan skripsi. Melihat kondisinya, kami, para pustakawan, segera membawanya ke ruang baca yang tenang, memberinya air minum, dan menenangkannya dengan berbincang santai. Setelah suasana hatinya membaik, kami juga memberikan beberapa referensi tentang manajemen kecemasan. Setelah itu, kami terus menyapa dan mendukungnya setiap kali ia datang. Alhamdulillah, sekarang ia sudah lulus, dan pengalaman ini mengingatkan kami bahwa perpustakaan bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang yang mendukung kesejahteraan mahasiswa.

Apa hal yang paling membuat Anda bangga selama berkarier sebagai pustakawan?

Hal yang paling membanggakan bagi saya selama berkarier sebagai pustakawan ada dua. Pertama, saat dinobatkan sebagai Pustakawan Terinspiratif Nasional pada tahun 2020—penghargaan ini menguatkan saya untuk terus berkontribusi dalam dunia perpustakaan. Kedua, saat berhasil membantu beberapa mahasiswa menyelesaikan tugas akhir mereka melalui jalur publikasi ilmiah. Saya membimbing mereka menerjemahkan arahan pembimbing dan reviewer jurnal hingga akhirnya artikel mereka diterima di jurnal Sinta 1. Melihat mereka lulus dengan prestasi ini adalah kebanggaan tersendiri, karena saya dapat berperan dalam pencapaian akademik mereka yang tinggi.

Apa fakta menarik tentang perpustakaan yang mungkin belum banyak diketahui orang?

Menjadi pustakawan itu seru! Pekerjaannya tidak semembosankan yang orang-orang kira. Selain mengelola buku, kami juga bekerja dengan teknologi terkini, dari sistem manajemen digital hingga data analitik. Kami bisa membantu mahasiswa dan peneliti menemukan sumber informasi terbaik, bahkan mendukung publikasi ilmiah mereka. Kadang, kami mengadakan workshop, acara literasi, atau mengelola koleksi digital yang aksesnya bisa mendunia. Setiap hari ada tantangan baru dan kesempatan untuk selalu belajar, menjadikan profesi ini jauh dari kata membosankan!

Apakah Anda terlibat dalam kegiatan penelitian terkait perpustakaan? Jika iya, apa temuan menarik yang pernah Anda dapatkan?

Ya, saya terlibat dalam penelitian terkait perpustakaan. Salah satunya adalah tentang Personal Knowledge Management (PKM), di mana saya menemukan bahwa PKM membantu pustakawan dan mahasiswa dalam mengelola dan menyusun pengetahuan pribadi, sehingga meningkatkan efektivitas belajar dan produktivitas. Saya juga pernah membantu penelitian mengenai information searching behavior mahasiswa, yang mengungkap bahwa sebagian besar mahasiswa lebih mengandalkan sumber daring dan memiliki tantangan dalam mengevaluasi kredibilitas informasi.

Kisah inspirasi dari profesional muda lainnya bisa Anda dapatkan di Rubrik Profil Loker ID!